Minggu, 17 November 2019

KERETA HANTU UI

 Kereta Hantu UI

Kisah horor di kampus UI yang pertama dan paling terkenal adalah kisah tentang yang satu ini. Bagi sebagian besar anak UI, pasti pernah mendengar atau bahkan merasakan sendiri kisah kereta hantu. Dikisahkan bahwa pada waktu menjelang tengah malam, terkadang ada kereta yang berhenti di stasiun UI untuk mengangkut penumpang.
Salah satu kisah mengenai kereta hantu ini yang cukup melegenda ialah tentang seorang mahasiswa UI yang ingin pulang ke rumahnya di daerah Tebet. Saat ia menaiki kereta ini, di dalamnya terdapat beberapa penumpang dengan wajah yang pucat. Selama menaiki kereta tersebut, tak ada orang yang saling berkomunikasi.
Setiap penumpang hanya tertunduk diam. Mahasiswa ini merasakan kejanggalan lain, yakni kereta melaju sangat cepat dan tidak berhenti di setiap stasiun. Kereta ini baru berhenti di stasiun Tebet, tujuan dari si mahasiswa UI tersebut.
Saat turun, si mahasiswa memperhatikan tak ada penumpang yang turun di stasiun Tebet dan hanya ia seorang yang turun. Begitu turun, kereta itu langsung melaju kencang tanpa menunggu penumpang lagi.
Ketika si mahasiswa UI ini berjalan menuju keluar stasiun, dia ditegur oleh penjaga stasiun. Si penjaga bertanya-tanya dari mana si mahasiswa ini datang. Si mahasiswa hanya menjawab bahwa ia baru naik kereta dari UI.
Sontak, si penjaga terkejut dan menceritakan bahwa tak ada kereta yang datang. Ia hanya melihat si mahasiswa berjalan di atas rel sampai ke stasiun Tebet. Mendengar ucapan si penjaga stasiun, si mahasiswa pun terkejut lalu pucat. Ia tidak menyangka kalau dirinya baru saja menaiki kereta hantu.
Cerita mengenai kereta hantu UI ini sudah berseliweran di kalangan mahasiswa sejak tahun 1990-an. Saking terkenalnya cerita ini, banyak mahasiswa UI yang enggan naik kereta dari stasiun UI bila menjelang waktu tengah malam.
ara-gara diledek soal bus hantu, saya memilih pulang naik kereta. Tapi siapa sangka, saya malah berakhir naik kereta hantu yang bikin kaki lelah!
Malam hari, Jakarta gelap. Gara-gara kunjungan klien mendadak di kantor, jam kerja saya dan teman-teman pun kian panjang. Kami harus menemani klien makan malam dan baru selesai sekarang, pukul 10 malam lebih 10 menit.
“Naik apa?” tanya teman saya yang rumahnya dekat kantor. Ia cukup naik ojek online 15 menit untuk sampai ke tempat tinggalnya.

“Bus PPD, mungkin. KRL udah abis,” jawab saya sambil mengingat-ingat bahwa kereta terakhir ke Bogor, area tempat tinggal saya, sudah berangkat sejak tadi.
“Hati-hati, ya, jangan sampai naik bus hantu,” seloroh teman saya. Saya cuma tertawa.
Maka, berpisahlah kami malam itu. Saya bermaksud bergegas ke halte bus PPD untuk menuju pulang. Saya harap, bus yang saya naikin nggak penuh-penuh amat, supaya rasanya lebih lega karena kepala saya sakit dan senut-senut.

Dalam perjalanan saya di atas ojek menuju halte terdekat (kantor saya agak terpencil), saya melewati stasiun yang biasa saya masuki untuk naik KRL. Entah bagaimana, saya melihat lampu sorot kereta. Pikiran saya langsung bekerja, loh masih ada kereta jalan, ya?
Mungkin karena kelelahan atau takut duluan dengan ledekan teman soal bus hantu, saya lalu minta berhenti di stasiun. Saya memutuskan naik kereta.

Seperti yang sudah saya sebutkan, kepala saya sakit dan senut-senut. Belum lagi, saya mengantuk setengah mati. Dengan kekuatan yang tersisa, saya langsung masuk ke peron tanpa berpikir terlalu banyak, misalnya kenapa stasiun ini bisa menjadi sangat sepi.

Singkat cerita, saya naik ke dalam kereta. Beruntung, harapan saya terkabul: penumpangnya tidak terlalu banyak dan saya bisa mendapat tempat duduk yang nyaman.
Tentu saja, ada yang aneh, kalau boleh jujur. Penumpangnya memang tidak terlalu banyak, tapi kereta ini sedikit kelewat sepi. Saya bahkan tidak mendengar mesin kereta bergerak dan tidak ada penumpang yang batuk-batuk—sebagaimana biasa saya temukan dalam kendaraan umum mana pun.
Saya terbatuk, “Uhuk!” sambil memperhatikan sekitar. Penumpang lain tidak ada yang merasa terganggu—menoleh pun tidak. Semuanya duduk diam, kecuali seorang bapak di hadapan saya yang membaca koran sedari tadi. Ia menggerakkan tangannya, membuka halaman selanjutnya dari koran yang dibentangkan di wajahnya.

Saya melengos. Mungkin saya cuma kelewat sakit kepala sampai berpikiran yang tidak-tidak. Maksud saya, nggak mungkin juga, kan, cerita semacam bus hantu yang disebutkan teman saya tadi terjadi betulan di kereta?!
Tanpa terasa, perjalanan sudah mendekati stasiun tujuan. Sambil menunggu kereta ini berhenti, mata saya melihat-lihat kembali ke kereta yang terasa sedikit aneh ini.






Ilustrasi kereta

Sekilas, tidak ada yang berbeda dengan kereta yang biasa saya naiki tiap malam. Penumpangnya juga tidak berpakaian putih-putih semua, seperti kisah soal bus hantu, kereta hantu, atau kendaraan umum apa pun yang pernah saya dengar sebelumnya.
Mata saya, entah bagaimana, berhenti pada bapak-bapak yang membaca koran. Wajahnya tertutup sepenuhnya oleh koran di hadapannya, membuat saya sulit menebak seperti apa wajah seorang laki-laki yang begitu tekunnya membaca koran, bahkan saat waktu menunjukkan pukul…
eh, sebentar, kenapa sekarang jam tangan saya menunjukkan hampir pukul 3 pagi???
Di atas kereta, saya kaget setengah mati. Perasaan, saya nggak naik bus demi menghindari kisah bus hantu, tapi kenapa perjalanan di atas kereta malah se-absurd ini?
Kereta macam apa yang berangkat ke Bogor saja harus menempuh durasi nyaris 4,5 jam???
Saya kembali melihat ke arah bapak berkoran. Kali ini, entah kenapa, mata saya terkunci ke halaman utamanya. Di sebelah kanan atas, tanggal terbitnya jelas terpampang: Senin, 23 Maret 1987.
Mendadak, kaki saya lemas. Jantung saya berdebar-debar lebih cepat, seakan-akan baru saja ketahuan mencuri dan bakal dihajar habis-habisan. Saya ketakutan dan ingin segera sampai ke tujuan.

Beruntung, tidak ada hal yang mengerikan sampai akhirnya kereta berhenti. Saya langsung berlari masuk ke stasiun, sebelum akhirnya bertemu dengan seorang petugas yang keheranan.
“Dari mana, Kang?”
Saya menjawab sebisanya, “Saya tadi naik kereta, Pak. Aneh banget, masa dari Jakarta ke Bogor lebih dari 4 jam?”

“Bapak lihat kan, kereta yang barusan tadi?” tanya saya lagi, setelah melihat raut wajah si petugas kian keheranan.
Si petugas tidak langsung menjawab. Ia malah mempersilakan saya duduk dan memberi air mineral. Setelah agak tenang, ia baru berkata,
“Saya justru heran. KRL terakhir sudah lama lewat. Akang tadi datang nggak naik kereta. Akang jalan kaki di tengah rel…”

PERANG DUNIA KE 1

PERANG DUNIA KE 1

Pada artikel kali ini, gua akan menggenapi janji gua atas banyak request pembaca untuk menulis cerita lanjutan seputar sejarah perang dunia di abad 20. Kalo pada minggu sebelumnya, gua udah sempet nulis tentang “Apa sih yang menyebabkan Perang Dunia Abad 20?”. Sekarang, gua akan menceritakan kisah perang dunia 1 yang lebih seru lagi. Buat lo yang belum sempet baca artikel gua tentang penyebab perang dunia, gua sangat menyarankan lebih baik lo baca artikel itu dulu karena ada beberapa kronologi pada artikel ini yang nyambung dengan artikel sebelumnya:

Apa sih yang menyebabkan Perang Dunia di abad 20?

Kalo kita bicara tentang Perang Dunia 1, biasanya orang awam hanya menganggap itu perang ‘pemanasan’ yang ga sebesar atau sedahsyat Perang Dunia 2. Padahal di Perang Dunia 1 ini ada pertempuran Somme di darat atau pertempuran Jutland di laut, yang meliputi bentrokan mahadahsyat antar 28 kapal tempur & 9 penjelajah-tempur Inggris melawan 16 kapal tempur & 5 penjelajah-tempur Jerman. Kedua pertempuran itu juga yang sering dibahas di buku-buku sejarah di sekolah karena itu adalah salah satu pertempuran yang paling dahsyat yang pernah ada. Tapi menurut gue sih, pembahasan mengenai kedua pertempuran itu lebih menarik dari segi militer, tapi kurang menarik dari sisi sejarah. Justru sebelum kedua pertempuran itu terjadi, ada hal yang lebih menarik yang bisa menggambarkan bagaimana peta kekuatan pada Perang Dunia 1 ini. Wih, apa tuh?
Pada artikel ini, yang mau gue bahas adalah sepotong kisah pelarian sepasang kapal laut Jerman di Laut Mediterania. Pelarian 2 kapal laut Jerman di Laut Mediterania ini membawa begitu banyak perubahan besar dalam sejarah dunia modern. Dari drama kejar-kejaran antar kapal perang di Laut Mediterania yang kesannya sepele ini, malah berujung pada runtuhnya Kesultanan Ottoman yang telah berdiri tegak selama 600 tahun.
Gak cuma hal itu saja, pelarian 2 kapal Jerman ini jugalah yang turut mengambil andil besar terhadap revolusi besar di Russia dari bentuk Kekaisaran, menjadi Uni Soviet yang menjadi cikal bakal trend negara berbasis paham komunisme. Yang artinya apa? Secara ga langsung juga, menyebabkan revolusi ideologi di Tiongkok, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan lain-lain menjadi komunis!
“Wah serius tuh? Perpecahan negara di Timur Tengah sampai lahirnya negara-negara Komunis seperti Uni Soviet, RRC, Korea Utara, dll… itu dipicu oleh pelarian 2 Kapal Perang Jerman pada Perang Dunia 1???” [3]
Secara gak langsung, YES! Gua pribadi sebagai guru sejarah berpandangan kuat bahwa pelarian 2 kapal perang ini, menjadi pemicu awal dalam pembentukan sejarah dunia modern, khususnya perpecahan wilayah di Timur Tengah, serta pembentukan negara-negara komunis pada sepanjang abad 20. Nah lho, pasti lo penasaran gimana cerita selengkapnya? Yuk kita langsung mulai aja!

LATAR BELAKANG CERITANYA GIMANA SIH…?

Oke, sebelum mulai cerita tentang 2 kapal perang Jerman tersebut, pertama-tama gua mau review sedikit tentang konteks awal Perang Dunia 1. Sebagaimana udah gua bahas secara mendalam di artikel sebelumnya, Perang Dunia 1 dipicu oleh serangkaian kekonyolan manusia, yang pada akhirnya membuat Jerman menjalankan operasi militer rahasia Schlieffen Plan yang bahkan tidak bisa dihentikan sekalipun oleh sang Kaisar Jerman sendiriSampai akhirnya Jerman gagal menghentikan mobilisasinya, Rusia meneruskan mobilisasi pasukannya, begitu pula Perancis, Inggris, Austria-Hongaria, dan Serbia. Akhirnya dimulailah perang dunia pertama yang menjadi pemicu awal berbagai bentrokan di seluruh dunia pada awal abad 20. Sebagai gambaran kasar, sederhananya Perang Dunia 1 adalah bentrokan antar 2 kubu seperti bisa dilihat pada gambar di bawah ini:
Screen-Shot-2013-03-11-at-7.31.13-PM

KISAH PELARIAN 2 KAPAL JERMAN YANG MENGUBAH SEJARAH DUNIA

Oke, setelah review dikit, gua harap lu bisa membayangkan latar belakang situasinya. Sekarang mari kita mulai dari November 1912, 2 tahun sebelum perang dunia pertama dimulai. Kaiser Wilhelm II, seperti kita ketahui dari artikel sebelumnya, adalah kaisar Jerman yang mengutamakan gengsi militer. Saat itu, perang Balkan pertama tengah berkecamuk. Dengan sering adanya bentrokan di wilayah Laut Tengah (Laut Medieterania) dia merasa bahwa Jerman perlu Divisi Laut Tengah dengan membuat 2 kapal perang, bernama SMS Goeben dan SMS Breslau untuk berjaga-jaga di Laut Mediterania.[1]
Kedua kapal perang ini adalah kapal perang tercanggih di eranya. SMS Goeben adalah sebuah penjelajah-tempur (Battle-cruiser) sementara SMS Breslau yg jauh lebih kecil adalah penjelajah ringan (light cruiser). Keduanya adalah kapal berkecepatan tinggi relatif dibandingkan kapal-kapal lain dengan ukuran yang sama. Meriam kedua kapal itu juga berkualitas lebih baik daripada meriam Inggris maupun Perancis. Begitu pula sistem pembidik meriamnya.
Namun, 2 kapal ini biarpun canggih tapi harus sangat berhati-hati karena Jerman gak punya pangkalan di Laut Tengah! Artinya apa? Jerman harus mengandalkan pelabuhan sekutunya (Austria-Hongaria dan Italia) untuk tempat parkir, ngisi BBM, dll. Di sisi lain, armada Inggris dan Perancis punya PULUHAN kapal perang di Laut Tengah. Dua lawan puluhan kapal? Secara teori jelas Inggris dan Perancis ga perlu khawatir. Kedua kapal ini GAK MUNGKIN bisa mengalahkan armada Inggris maupun Perancis! Tak heran pihak Inggris maupun Perancis tidak terlalu mempedulikan kehadiran 2 kapal perang Jerman ini. Ah cuma 2 kapal perang doang, emang bisa apa sih??


goeben&breslau
SMS Goeben dan SMS Breslau, 2 kapal Jerman yang menjadi game-changer Perang Dunia 1 & sejarah peradaban dunia modern.

SITUASI MILITER DI LAUT TENGAH MEDITERANIA

Sebelum perang, pihak sekutu (Inggris dan Perancis) udah bagi-bagi tugas:
  • Perancis akan menjaga bagian Barat Laut Tengah, Inggris akan menjaga bagian Timur Laut Tengah.
  • Perancis akan menghadapi Angkatan Laut Italia, Inggris akan menghadapi Angkatan Laut Austria-Hongaria.
  • Jalur pelayaran horizontal (Gibraltar-Suez dan sebaliknya) maupun vertikal (Perancis-Aljazair maupun sebaliknya) harus dilindungi.
  • Pemindahan pasukan Perancis dari koloninya di sepanjang pesisir Pantai Utara Afrika harus dilindungi.
Nah, dalam pembagian tugas ini, armada Kapal perang Jerman yang cuma 2 biji itu tidak disebut sama sekali! Jerman toh cuma punya 2 kapal, emang bisa apa sih? Mending pusingin soal Angkatan Laut Itali dan Austria-Hongaria aja.
Sementara itu, di pihak Jerman, mereka sadar betul 2 kapal perang takkan bisa mengalahkan armada tempur Inggris maupun Perancis. Begitu perang dunia meletus, cuma ada 2 pilihan rasional bagi para awak 2 kapal ini, yaitu bergabung dengan armada Austria-Hongaria di laut Adriatik untuk bersama-sama menghadapi Angkatan Laut Inggris atau nekad berlayar sampai Ottoman untuk membujuk mereka bergabung dengan sekutu Jerman.
Ketika perang meletus, awalnya pusat memerintahkan untuk mencoba berlayar ke Ottoman, namun di tengah jalan akhirnya pemerintah pusat Jerman menilai misi ini TERLALU BERBAHAYA dan segera memerintahkan Goeben & Breslau bergabung ke dengan Austria-Hongaria di laut Adriatik. Sungguh di luar dugaan, Admiral Wilhelm Souchon yang merupakan komandan Goeben dan Breslau sekaligus salah satu perwira angkatan laut terbaik Jerman, memutuskan sesuatu yang sangat radikal, yaitu MENGABAIKAN PERINTAH PUSAT untuk bergabung dengan armada Austria-Hongaria! Alih-alih, Souchon malah memutuskan untuk berlayar terus jauh ke arah Timur menuju pelabuhan Ottoman (sekarang Turki) dengan harapan dapat meminta bantuan mereka untuk bersekutu melawan Inggris, Rusia, dan Perancis!

HANTU UI

Ternyata Banyak Hantu Cewek Gentayangan di Kampus UI. Kamu Para Alumni, Pasti Hafal Kisah-kisah Ini!

Jadi, begini ceritanya, sekitar tahun 1999, ada seorang mahasiswa yang tengah sibuk di kampus hingga malam. Ketika malam makin larut, si mahasiswa ini masih di kampus bersama seorang kawan dan tengah mempersiapkan acara organisasi. Ketika pulang mengendarai mobil dan lewat di depan rektorat, tiba-tiba nampak seorang perempuan tengah berjalan sendirian di tengah gelapnya malam, kala itu pukul 23.30 WIB. Karena si perempuan berjalan tertatih-tatih, mereka pun menganggap perempuan itu butuh bantuan.

Ketika didekati, perempuan itu malah menghilang. Dan saat mobil dihidupkan kembali, perempuan itu kembali muncul dari balik kaca spion mobil. Ngerinya, perempuan tadi tiba-tiba mematahkan leher dan melotot di kaca spion. Siapapun yang pernah bertemu dengan sosok perempuan ini pasti tak mampu melupakan wajah pucatnya, percayalah!

Penampakan sesosok gadis di rektorat ini sudah bukan hal baru lagi. Seringkali civitas akademika yang lembur hingga malam diperlihatkan sosoknya yang tengah gantung diri

Entah itu mahasiswa, dosen, atapun karyawan di kampus UI yang kebetulan ada di kampus hingga malam, akan sebisa mungkin menghindari lewat gedung rektorat. Sebab, begitu banyak cerita dan saksi mata yang mengaku pernah melihat penampakan seorang gadis berjalan tertatih dengan kepala terkulai. Ketika ditegur, si gadis tidak pernah menyahut dan ketika diperhatikan lebih lanjut, akan terlihat wajahnya yang pucat dengan mata melotot, bibir kebiruan dan lidah terjulur.
Kalau kamu bertanya-tanya si gadis ini siapa, dia adalah mayat gadis yang pucat gantung diri di rektorat. Konon katanya, penyebab kematiannya adalah diputuskan pacarnya dalam keadaan hamil.  Nah, katanya lagi nih, penampakan hantu yang sering menampakkan diri itu persis dengan kondisi jenazah dari si  gadis yang gantung diri tadi. Masih berani lewat rektorat UI malam hari?
ini rektorat UI saat malam hari, kamu berani?

ANAK INDIGO

Hasil gambar untuk gambar anak indigo

PENGALAMAN MENJADI INDIGO: AKU BISA MENYAKSIKAN KELAHIRANKU SENDIRI.

Malam itu cukup berangin sebagaimana malam-malam di musim penghujan. Saya baru saja selesai salat Isya, masih di serambi masjid mencari sepasang sandal, ketika Wenny sudah sampai di lokasi tempat kami berjanji temu.
Wenny adalah sahabat saya. Ia seorang indigo atau, sederhananya, orang dengan kemampuan supranatural. Soal indigo itulah yang menjadi alasan pertemuan kami malam itu, saya ingin bertanya-tanya seputar indigo kepadanya.
Saya menghampiri Wenny yang baru saja memarkirkan kendaraan di halaman parkir sebuah kafe di selatan Jogja. Masjid dan kafe hanya bersebelahan, jadi saya bisa melihat kedatangannya.
“Hai, Wen! Ngobrolnya di dalam saja yuk,” ajak saya. Kami tak bertanya kabar, bahkan untuk basa-basi semata. Sesama indigo biasanya bisa merasai kondisi satu sama lain. Itu membuat mereka—atau kami—irit kata.
Sambil menenteng buku menu yang telah disediakan pramusaji, kami memilih meja yang jauh dari kegaduhan pengunjung lain. Biar lancar obrolannya.
Wenny memesan jus mangga sedangkan saya memesan segelas teh panas dan kudapan. Saya yang memilih bertemu di kafe ini. Alasannya, atmosfer atau nuansanya cukup “positif”. Maklum, kalau energi sekitar positif, biasanya pikiran manusia di tempat tersebut juga ikut positif dan segar. Ini menjelaskan kenapa kadang ada tempat yang bisa tiba-tiba mempengaruhi mood atau kelancaran ide-ide kita.
Sambil menunggu pesanan dihidangkan, saya membuka obrolan.
“Wen, kan banyak tuh orang yang menyangka macam-macam tentang indigo. Ada yang bilang itu hasil perbuatan baik di kehidupan sebelumnya, ada yang bilang itu berkah dari Tuhan, bahkan ada yang bilang itu gangguan jin,” sambil menyatakan poin yang terakhir, sebenarnya saya menahan tawa, “kalau menurutmu bagaimana?”
“Pilihan. Indigo itu pilihan.”
“Maksudnya pilihan bagaimana?”
“Iya. Itu (menjadi indigo) sudah digariskan Tuhan. Tapi, ada juga indigo yang memilih menutup keindigoannya. Ada kenalan yang memilih menutup mata batinnya karena alasan tertentu, seperti tidak sanggup melihat atau merasakan yang tidak semestinya.”
Ini senada dengan jawaban Vivit, teman indigo saya yang lain. Ia pernah bilang, kemampuan indigo adalah berkah. Saya jadi ingat kepada salah seorang teman: ia bukan indigo dan sempat mampu melihat makhluk halus karena ada “gangguan” (istilah umumnya, ketempelan) jin. Barangkali, ini yang rancu dipahami oleh awam sehingga kemudian menganggap kemampuan berinteraksi dan melihat makhluk halus sebagai pengaruh jin.

“Kan tingkatan ‘pemberian’ dari Tuhan ada bermacam-macam. Ada mukjizat yang diberikan kepada para nabi. Ada karamah (berupa kemampuan indigo) yang diberikan kepada golongan di bawah nabi, misalnya kepada para ulama atau wali atau orang-orang yang dipilih oleh kehendak Tuhan. Kalau awam, diberkahi dengan hikmah.”
“Jadi indigo juga tidak mudah,” lanjut Wenny, “Kadang sakit kepala berat karena mengetahui banyak sekali hal padahal pikiran belum siap.”
Kata Wenny, ada beberapa tokoh pilihan yang diberi karamah indigo. Ia menyebut Almarhum Gus Dur dan Cak Nun. Dalam hati saya mengirimkan Al-Fatihah untuk keduanya.
“Kalau beda dukun, paranormal, dan indigo apa, Wen?”
“Dukun dan paranormal memperoleh ilmunya dari belajar, Mbak. Menjalankan tirakat atau laku. Klien yang meminta bantuan biasanya menyediakan syarat-syarat tertentu. Atau meramal menggunakan kartu tarot, misalnya. Kalau indigo atau ustadz tidak seperti itu. Kalau menyadari akan terjadi sesuatu di masa depan, datangnya di perasaan atau batin (berupa firasat), tidak pakai perantara kartu tarot. Paling diminta rajin salat atau membaca doa pilihan dalam Al-Quran.”
Saya ingin membenarkan, namun perhatian saya teralihkan oleh kedatangan pesanan kami.
Tentang keilmuan yang dipelajari tersebut, saya jadi ingat bahwa dalam wawasan Kejawen, ada yang meyakini bahwa hari lahir seseorang memengaruhi bakat orang tersebut di dunia supranatural. Orang dengan kelahiran Sabtu Pahing, misalnya, dikatakan memiliki doyo perbowo atau energi halus paling tinggi.
“Benarkah?”
“Ya, dalam Kejawen ada seperti itu. Tapi, orang yang auranya bukan indigo lantas mempelajari hal-hal supranatural tidak lantas mengubah warna auranya menjadi indigo.”
“Kemampuan indigo itu apa saja?”
“Macam-macam. Berbeda-beda. Ada yang déjà vu, jadi sesama indigo bisa saling mengingatkan. Ada yang bisa flashback. Ada yang bisa melihat dan berkomunikasi dengan makhluk gaib. Ada juga yang hanya bisa melihat tapi tidak mampu berkomunikasi.”
Wenny menjelaskan juga sedikit tentang penampakan hantu yang terkadang memiliki dua wujud. Wujud pertama adalah wujud semasa hidupnya, misal perempuan cantik dan berpenampilan menarik. Wujud kedua adalah wujud mereka setelah wafat. Kalau misal wafatnya karena kecelakaan, terkadang wajahnya berdarah-darah.

RUMAH DARA

RUMAH DARA





"Nama Saya Maya. Saya baru dirampok." Maya (Imelda Therinne) basah kuyup oleh hujan Kota Bandung. Dengan tampang lesu, ia mencoba mencegat rombongan mobil suami-istri Adjie (Ario Bayu) dan Astrid (Sigi Wimala) yang hendak menuju Jakarta.
Atas kebaikan hati Astrid, yang tengah hamil delapan bulan, Maya diangkut dan diantarkan ke rumah. "Nama saya Dara, terima kasih telah menolong Maya," kata sang ibu (Shareefa Daanish) saat menerima Adjie, Astrid, dan kawan-kawannya. Penampilan ibu Maya itu misterius. Sang ibu menghidangkan sebuah makan malam spesial. Daging-daging asap dan sebotol anggur spesial berumur tua disajikan.

Inilah awal film 'Rumah Dara' garapan duo sutradara Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel. Santapan makan malam itu adalah sebuah jebakan. Sang ibu yang memiliki kelainan dirasakan Ladya (Julie Estelle), adik Adjie. Namun Ladya tidak bisa mencegah apa yang bakal terjadi. Begitu matanya terbuka, Ladya baru sadar bahwa ia dan keluarganya telah terancam ujung gergaji besi dan tajamnya golok.

Film ini menyajikan kengerian yang bisa menggenjot perasaan ngilu, jijik, dan ngeri penonton. Adegan mutilasi, ceceran darah, perdagangan organ, dan pengawetan mayat bayi menjadi bumbu dalam film. Di sini rumah produksi Mo Brothers hendak menyajikan horor dengan kemasan yang berbeda.

Dara dalam cerita itu dikisahkan sebagai seorang ibu yang punya tiga anak: Maya, Adam (Arifin Putra), dan Armand (Ruli Lubis). Sudah turun-temurun sejak zaman Belanda, keluarga Dara melakukan bisnis jual organ tubuh manusia secara ilegal. Dara membidik korban di jalan, dengan Maya sebagai pancingan. Kebiasaan Dara mengkonsumsi bayi manusia membuatnya hidup lama, awet muda, dan kuat.

Pada 2007 , Timo dan Kimo membuat film slasher pendek berjudul Dara. Melihat film pendeknya mendapat respons yang baik, duo jebolan Sydney School of Visual Arts, Australia, itu kemudian berniat membuat film pendek mereka menjadi film komersial. Mereka mencoba mengembangkan cerita dan tokohnya selama dua tahun. Walhasil, film ini terlihat digarap begitu serius.

Membandingkan film ini dengan film slasher terakhir, 'Air Terjun Pengantin' garapan Rizal Mantovani, karya Timo dan Kimo jauh lebih maksimal. Ceritanya tak kacangan. Akting para pemainnya juga lumayan. Bahkan Shareefa Daanish, pemeran Dara, sang psikopat, menang sebagai aktris terbaik dalam sebuah festival film di Korea.

Adapun akting Sigi Wimala terasa kuat saat melangsungkan adegan melahirkan sendiri di kamar dan mencoba merampas kembali bayinya dari Dara. Julie Estelle mampu bermain sebagai perempuan berhati keras. Sedangkan karakter misterius Dara menjadi kebanggaan tersendiri bagi Timo dan Kimo, karena Shareefa mampu keluar dari sosok lucu dan lugunya di Coffee Bean Show.

Efek film dan dramatisasi adegan menjadi nilai plus film yang sebelumnya pernah keliling di festival film dunia ini. Unsur darah merah pekat yang banyak mewarnai adegan mendekati sungguhan. "Kami membuat darah dari campuran darah binatang dengan darah sintetis. Semuanya itu tanpa sepengetahuan para pemain kalau darah itu darah binatang," ujar Kimo pada Tempo.

Adegan pertarungan gergaji mesin pun digarap duo itu menjadi kemasan fotografis yang mulus, meski kengerian semacam ini memang bukan tontonan baru bagi pecinta Saw, Hostel, atau Psycho, serta film slasher Hollywood sejenisnya.

Film ini bisa mendapat dua acungan jempol andai saja Timo dan Kimo lebih detail menggarap bagian saat polisi melakukan inspeksi mendadak ke rumah Dara, setelah menemukan Eko (teman Adjie dan Astrid) terkapar di jalan. Sang sutradara agaknya hendak menyisipkan secuil komedi dalam filmnya yang serius total itu. Namun bagian polisi-polisi bodoh itu justru mengganggu, walau nantinya menjadi penguak siapa keluarga Dara.

KERETA HANTU UI

 Kereta Hantu UI Kisah horor di kampus UI yang pertama dan paling terkenal adalah kisah tentang yang satu ini. Bagi sebagian besar ana...